Tradisi Mekepung adalah sebuah atraksi balapan sepasang kerbau yang ditunggangi oleh seorang joki/ sais, keberadaanya di Bali dan hanya satu-satunya di Kabupaten Jembrana.
Tradisi budaya ini muncul berawal dari hanya sekedar iseng semata, di mana Kab. Jembrana merupakan wilayah agraris yang mayoritas penduduknya sebagai petani, dalam hal mengerjakan sawah, dimulai dari membajak sawah menggunakan bajak jangkar (bali: tenggala), kemudian bongkahan-bongkahan tanah ini diratakan menggunakan bajak lampit, kemudian agar lebih halus menggunakan bajak plasah yang semua kegiatan tersebut ditarik oleh kerbau dan bajak ditunggangi oleh pembajak dan selaku joki atau sais. Setelah menjadi rata dan lumpur halus barulah ditanami padi, yang mana dikerjakan secara gotong royong oleh para petani.
Para sais yang akan menjadi joki dari kerbau memakai pakaian seoerti prajurit, kerbau juga dihias dengan seni, begitu juga tanduknya dan sebuah mahkota yang menghias kepala, diperlakukan dan dihias begitu istimewa, yang ditarik bukan lagi bajak lampit, melainkan pedati kecil yang dihiasi ukiran yang menarik dan indah, lebih artistik, decoratif dan atraktif, dengan lintasan race sepanjang 4 km. Keunikan dan keindahan yang mempesona dan menantang ini diberi julukan Benhur Jembrana, dan satu-satunya di Bali sehingga Jembrana disebut juga buni mekepung. Perayaan mekepung yang menjadi agenda wisata rutin setiap tahunnya mampu mendongkrak pariwisata di daerah Jembrana