Sejarah dan Budaya Masyarakat Pulau Seribu, yang akan kita bahas dan kita gali kali ini adalah tentang masyarakat Pulau Seribu, dan juga tentang sejarah dan budaya yang membentuknya sehingga munculah “orang pulo” sebutan buat penduduk yang tinggal di Pulau Seribu saat ini. Pulau Seribu sendiri dinamakan ‘Pulau Seribu‘, dikarenakan jumlah pulaunya yang sangat banyak sehingga dinamai dengan nama tersebut. Namun menurut catatan Pemerintah Daerah, jumlah pulaunya hanya berkisar 300an pulau dengan sekitar 110 pulau yang mempunyai habitat alam berupa flora dan fauna.
Sejarah Pulau Seribu
Pulau Seribu yang merupakan bagian dan kesatuan dari kepulauan Nusantara, tepatnya berada di Teluk Jakarta. Pada ratusan tahun yang lalu, pulau-pulau karang mulai terbentuk di atas koloni binatang karang yang sudah mati di Teluk Jakarta. Koloni ini tumbuh pada dasar laut yang dangkal, dan lapisan atasnya muncul ke permukaan laut karena proses pelapukan dari karang tersebut. Kemudian di atas daratan karang lapuk tersebut mulailah tumbuh beberapa jenis pohon sehingga jadilah daratan yang ditutupi pasir yang sekarang kita kenal sebagai Pulau Seribu.
Catatan sejarah tertua di Pulau seribu adalah berupa Prasasti peninggalan Belanda dari abad 16, yang tepatnya ada di Pulau Onrust. Namun sebenarnya bangsa Portugis lebih dahulu datang ke Sunda kelapa (pelabuhan di Jakarta) sebelum Belanda, yaitu tepatnya pada tahun 1513 dimana saat itu Kota Jakarta masih masuk dalam wilayah kekuasaan Kerajaan Sunda Pajajaran. Tapi entah mengapa, Bangsa Portugis saat itu tidak meninggalkan jejaknya di Pulau seribu. Selain peninggalan prasasti tersebut, ada juga peninggalan sejarah berupa bangunan benteng pertahanan di Pulau Kelor, Pulau Bidadari dan juga Pulau Onrust yang sampai saat ini masih dapat kita saksikan di tiga pulau tersebut. Dan juga untuk kita ketahui bersama, bahwa pada masa abad ke-17, peta buatan Belanda sudah menandai adanya pulau-pulau di sekitar Pulau Panggang yang telah berpenghuni.
peta pulau seribu zaman belanda
Juga jangan dilupakan peninggalan sejarah berupa makam-makam yang ada di Pulau Seribu seperti makam Panglima Hitam Pulau Tidung, makam Ratu Syarifah Fatimah, ratu keturunan Arab yang berkuasa di Kesultanan Banten pada abad 17, makam Raja Pandita dari kerajaan Tidung Kalimantan, makam Habib Ali bin Ahmad bin Zen Al Aidid di Pulau Panggang (abad 18), makam legenda Darah Putih di Pulau Panggang, makam Syarif Maulana Syarifudin (kerabat Kesultanan Banten) di Pulau Kelapa, dan makam Sultan Mahmud Zakaria (kerabat Kesultanan Banten) di Pulau Panjang. Itu semua tentunya menunjukan Pulau seribu memiliki catatan sejarah yang kuat, dan apabila digali lebih dalam lagi, hal ini pasti akan membuka dan menyambung lembaran-lembaran cerita yang sudah ditemukan sebelumnya.
Budaya Masyarakat Pulau Seribu
Masyarakat Pulau Seribu dipercayai mulai terbentuk dan bermula dari Pulau Panggang. Dan setelah permukiman di Pulau seribu semakin meluas, maka penyebaran penduduk dan budayanya berlangsung dari satu pulau ke pulau lain, seperti Pulau Tidung, Pulau Untung jawa, Pulau Pramuka, Pulau Pari dan pulau lainnya.
Budaya dan karakteristik ‘orang pulo‘ panggilan dari masyarakat Pulau panggang pada masa itu sangat berbeda dengan masyarakat betawi, walau daerahnya sangat berdekatan dengan kota Jakarta. Dan juga tidak juga berkarakter sama dengan masyarakat Banten walau sebagian penduduk awal berasal dari Banten. Masyarakat Pulau Panggang tersebut lebih mempunyai kecenderungan memiliki karakteristik dan budaya tersendiri yaitu campuran budaya Banten, budaya dan karakteristik masyarakat Kalimantan, karakter orang suku mandar sulawesi, budaya masyarakat Sunda dan dengan sedikit bumbu budaya dan karakter masyarakat Betawi. Hasil perpaduan yang sangat kompleks tersebut menghasilkan sebuah budaya dan karakter baru, yaitu karakter ‘Orang Pulo‘ sebutan buat masyarakat awal Pulau Panggang, yang kemudian tentunya membentuk dan menjadi karakter dan budaya masyarakat Pulau Seribu.
Hasil perpaduan budaya yang menghasilkan karakterisitik dan budaya yang tersendiri di Pulau Seribu dapat kita lihat dalam gaya bahasa gerak-gerik dan juga pemikiran mereka. Gaya bahasa mereka yang cenderung bervolume keras dalam berbicara seperti orang Sulawesi, lincah dan gesit seperti tipikal orang banten dan karakter-karakter kesukuan Indonesia lainnya.
Juga dengan penamaan kuliner oleh ‘Orang Pulo‘ yang memiliki gaya bahasa tersendiri dan terdengar ‘unik’. Seperti penyebutan makanan sejenis lontong isi atau nasi uduk yang biasa dimakan untuk sarapan dengan sebutan ‘Selingkuh‘, sambal segar untuk teman sajian ikan bakar yang disebut mereka sambal beranyut, Puk cue’ untuk sebutan makanan sejenis pempek dari palembang dan banyak lagi.
Memadukan Sejarah dan Budaya Pulau Seribu
Sejarah dan Budaya memang diakui sebagai salah satu instrument berhasilnya suatu daerah memajukan pariwisata daerah tersebut. Sumber daya alam berupa keindahan laut, gunung, pantai dan yang lain lagi, belum tentu menjadi tolak ukur besarnya potensi pariwisata suatu daerah. Perpaduan semua hal tersebutlah yang akan menentukan keberhasilan kemajuan pariwisata daerah tersebut.
Oleh sebab itu dengan pengembangan dan penggalian sejarah dan budaya di Pulau Seribu, diharapkan hal ini akan mampu meningkatkan potensi pariwisata Pulau Seribu yang cantik ini. Sehingga diharapkan suatu saat, Pulau Seribu bisa menjadi daerah tujuan wisata favorit, sebagaimana halnya Bali sebagai kota wisata budaya dan alamnya, atau Kota Yogyakarta yang dikenal dengan kota sejarah dan budayanya.