Mitos yang begitu diyakini oleh warga adalah, untuk mendaki Gunung Agung yang ada di Bali para pendaki dilarang membawa makanan yang mengandung daging sapi. Beberapa peraturan mistik di gunung yang biasanya berlaku diantaranya adalah para pendaki wajib minta ijin ketika melewati tempat-tempat tertentu, ketika akan beristirahat, buang air kecil dan besar. Disini ada pula aturan tak tertulis yang melarang mengenakan pakaian berwarna merah atau hijau, dilarang mendaki bagi wanita yang datang bulan. Dan tak ketinggalan ada pula larangan mendaki gunung Agung pada hari besar keagamaan.
Sementara peraturan mistis lainnya adalah jumlah pendaki Gunung Agung harus berjumlah genap. Masyarakat Hindu Bali sangat percaya bahwa mendaki Gunung Agung dengan jumlah pendaki ganjil akan membawa malapetaka bagi para pendaki. Sebagaimana yang kita tau bahwa sesuatu yang gaib memang tidak semua orang dapat mempercayainya, sebab untuk mengetahui sesuatu yang gaib itu tidak semua orang bisa.
Peristiwa – peritiwa gaib sering dialami para pendaki hampir di seluruh gunung – gunung yang terkenal dengan keangkerannya. Para pendaki sering diingatkan oleh masyarakat setempat, petugas, maupun peraturan yang jelas – jelas berisi pantangan – pantangan yang berhubungan dengan makhluk halus penghuni gunung yang bersangkutan.
Untuk mendaki Gunung Agung di Bali pendaki dilarang membawa makanan yang mengandung daging sapi. Beberapa peraturan mistik di gunung yang umum berlaku misalnya pendaki wajib minta ijin ( permisi ) ketika melewati tempat-tempat tertentu, mau beristirahat, mau buang air. Dilarang mengenakan pakaian berwarna merah atau hijau, dilarang mendaki bagi wanita yang datang bulan ( haid ). Larangan mendaki gunung Sindoro pada hari jawa Wage dan Selasa Kliwon. Larangan mendaki gunung Agung pada hari besar agama.
Terlepas dari percaya atau tidak percaya, seorang pendaki yang sopan harus tetap mengikuti peraturan – peraturan masyarakat setempat.
Mahkluk Halus menurut masyarakat Jawa, dimana gunung – gunung nya masih dianggap angker, dapat dibagi menjadi beberapa golongan yakni:
1. Roh Leluhur adalah roh semua orang yang sudah meninggal dunia. Orang percaya bahwa waktu manusia meninggal dunia, jiwanya akan melayang – layang di atas rumahnya selama empat puluh hari. Setelah itu jiwanya akan mendiami sesuatu tempat menurut kepercayaan orangnya. Biasanya orang percaya bahwa roh leluhur bersifat baik dan akan menjaga anak cucunya.
2. Dhahnyang adalah mahluk halus yang tertinggi dan biasanya mendiami tempat seperti gunung, sumber mata air, sungai, desa, mata angin atau bukit. Mahluk halus ini bersifat baik dan suka menolong manusia. Dhanhyang seringkali dianggap sebagai Roh Pelindung.
3. Demit adalah Roh Sakti yang mendiami tempat-tempat angker yang biasa disebut punden, seperti reruntuhan candi kecil, pohon beringin, makam tua, mata air yang tersembunyi, batu besar, dll. Dhemit sering dimintai pertolongan oleh manusia yang biasanya meminta kekayaan, kesehatan, kesembuhan, keturunan, keselamatan, pengasihan. Biasanya disertai dengan selamatan sederhana berupa nasi tumpeng, ayam, kue, dan bunga.
Di dunia ini sebenarnya memiliki tujuh macam alam kehidupan, termasuk alam yang dihuni oleh manusia. Masing – masing alam ditempati oleh bermacam – macam mahkluk. Mahkluk – mahkluk dari tujuh alam tersebut, pada prinsipnya mereka mengurusi alamnya masing – masing, aktivitas mereka tidak bercampur, setiap alam mempunyai urusannya masing – masing.
Dari tujuh alam itu hanyalah alamnya manusia yang mempunyai matahari dan penduduknya yang terdiri dari manusia, binatang dan lain – lain mempunyai badan jasmani. Penduduk dari 6 alam yang lain mereka mempunyai badan dari cahaya ( badan Cahya ) atau yang secara populer dikenal sebagai mahkluk halus, mahkluk yang tidak kelihatan.
Di 6 alam itu tidak ada hari yang terang berderang karena tidak ada matahari. Keadaannya seperti suasana malam yang cerah dibawah sinar bulan dan bintang – bintang yang terang, maka itu tidak ada sinar yang menyilaukan seperti sinar matahari atau bagaskoro ( Jawa halus ). Selamatan sering diadakan untuk menghormati dan sebagai rasa terima kasih kepada roh leluhur misal upacara Bersih Desa. Setiap 1 Suro beberapa masyarakat gunung sering memberi sesaji keselamatan berupa kepala kerbau yang ditanam di puncak atau di kawah.
Sesaji kepada roh leluhur masyarakat Bromo terkenal dengan upacara Yadnya Kasada. Manusia juga sering memberi sesaji kepada mahkluk halus agar terhindar dari berbagai gangguan, sesaji pada umumnya berupa makanan, minuman, bunga, uang, rokok, kadang pakaian, ada juga yang memberi sesaji minuman keras yang memabukkan.
Untuk menghindari gangguan Makhluk Halus kadang manusia membuat rintangan dengan membuang buah – buahan yang berbau busuk atau bau – bauan lain yang tajam. Manusia juga sering minta pertolongan mahluk halus di gunung – gunung tertentu, untuk berbagai keperluan misal minta keselamatan, kekayaan, kenaikan pangkat, penglarisan, jodoh, dll. Mahkluk halus yang baik sering memberi pertolongan kepada pendaki gunung yang tersesat dengan menyamar menjadi binatang misalnya burung. Di gunung Sumbing konon pendaki yang ketinggalan temannya akan ditemani oleh sesosok orang yang sebaya dengan pakaian putih.
Beberapa gunung terkenal sebagai tempat untuk mencari Pesugihan ( kekayaan ), pangkat, penglarisan, dll. Hal ini biasanya terjadi karena dahulunya di gunung tersebut terdapat tempat – tempat yang pernah dihuni, dipakai bertapa, atau tempat mokswa tokoh – tokoh terkenal. Mokswa adalah tingkatan kesempurnaan hidup yang tertinggi dimana manusia menghilang bersama roh dan raganya.
Kehadiran manusia di tempat – tempat yang dihuni mahkluk halus kadangkala menimbulkan gangguan bagi mahkluk halus, oleh sebab itu sebaiknya manusia minta ijin ( permisi ) terlebih dahulu bila memasuki wilayah mereka. Bau – bauan sering mengganggu mereka, untuk itu seorang pendaki jangan sembarangan buang air. Bau rokok dan minuman keras dapat membangunkan mahkluk halus yang sedang tidur. Suara gaduh juga bisa membuat marah mahkluk halus.
Pendaki yang iseng memindahkan atau merusak tanaman atau benda – benda, bisa jadi secara tidak sadar ikut merusak tempat tinggal mahkluk halus. Memindahkan batu besar yang diyakini sebagai tempat tinggal mahkluk halus, kadang kala tidak pernah berhasil, begitu juga dengan upaya menebang pohon besar seringkali gagal, harus dengan disertai upacara membayar ganti rugi, berupa sesaji khusus.
Bagi pendaki yang pernah melakukan pendakian seorang diri pasti akan merasakan berbagai suasana nuansa gaib. Percaya atau tidak dengan alam mahkluk halus, setiap pendaki tetap harus memahami tempat – tempat yang dianggap sakral dan angker oleh masyarakat setempat. Setidak – tidaknya bisa membawa oleh – oleh bahan cerita yang seru tentang gunung yang didaki.
Seorang Pecinta Alam Sejati akan menyapa matahari ketika muncul di ufuk timur. Hembusan angin kencang dianggap sebagai kejenakaan seorang sahabat, kucuran hujan deras adalah ajakan alam untuk bermain dan bercanda. Batu besar atau batang pohon bisa menjadi kawan kita berbicara, Burung – burung mengajak kita bernyanyi. Alam memang memiliki roh kehidupan. Pendaki yang ramah dan menghormati alam, dia akan turun gunung dengan semangat hidup yang baru yang dipenuhi spirit of the mountain.